-->

Cerita Dari Gindopo. Darung dan Resiko Kehilangan Nyawa

Saya: “Suaminya kerja apa Mbak?”
KPM : “Tukang darung”


Dari kecil hinnga besar di Desa Kayulompa, namun menginjakkan kaki di Dusun Gindopo baru terjadi setelah saya jadi pendamping PKH. Padahal, gindopo adalah bagian dari Desa yang hasil buminya menyokong tumbuh kembangku.


Bukan tanpa alasan, bekas wilayah transmigrasi itu jauh terisolir di tengah pegunungan, akses jalan dan medan yang harus dilalui sangat sulit. Kalau tidak bernyali dan lihai mengendarai motor pasti pulang ditengah jalan.


Mata pencaharian utama masyarakat Gindopo adalah pekebun. Dulu, wilayah ini penghasil kakao kualitas terbaik. Tapi, setelah terserang penyakit, kakao kini ditinggalkan.


Pada 2013 pemerintah pernah mengucurkan dana milyaran rupiah melalui program “Gernas Kakao” untuk membantu petani Kakao Indonesia.


Tak terkecuali masyarakat Gindopo. Merekapun tersentuh program nasional yang konon katanya di daerah lain berhasil mengangkat taraf hidup petani kakao.


Sayang, warga Gindopo tak berhasil mengecap manisnya program hebat itu. Program tersebut gagal karena korupsi.


Kepala Dinas Pekebunan Kabupaten Tolitoli waktu itu, dan beberapa orang yang terlibat masuk bui.


Saat ini Masyarakat Gindopo sedang megembangkan kopi, cengkeh, lada, dan tanaman perkebunan lain namun hanya sebagai sampingan. Mereka lebih mengandalkan hutan.


Rotan dan Kayu jadi pilihan paling umum mengantungkan hidup. Mereka menyebut profesi mereka sebagai “tukang senso”, “tukang tarik bantalan” dan “tukang ambe rotan”.


Selain profesi diatas, sebagian warga Gindopo mengantungkan hidup dari menambang emas. 


Mereka menyabut profesi ini dengan “tukang darung”. Diambil dari nama binatang seperti cacing, sebesar benang berwarna hitam, tinggal dalam air yang tergenang.


Mungkin kaerana cara menambang mereka yang sangat tradisional dengan modal linggis dan dulang dan terus-menerus berendam dalam air sehingga nama binatang air itu mereka sematkan jadi titel profesi mereka.


Tambang emas....! Terdengar keren saat disebutkan. Tapi, tidak bagi tukang darung gindopo. Menambang emas bagi mereka adalah pil pahit yang harus di minum untuk menyambung hidup.


Mereka sadar apa yang mereka lakukan adalah aktifitas ilegal, melanggar hukum dan merusak lingkungan. Belum lagi kecelekaan kapan saja dapat terjadi. Galian tambang yang mereka buat bisa menjadi kuburan bagi mereka.


Tapi, apa boleh buat,  demi sesuap nasi untuk keluarga dirumah, tukang darung terpaksa melawan negara, mesti berani menyentil keseimbangan alam dan bahkan harus siap kehilangan nyawa.

LihatTutupKomentar